Senin, 12 September 2022

FASE HIDUP


Waktu itu saat pelantikan Pramuka, pada saat acara jurit malam di tengah malam buta aku memutuskan untuk ikut serta menemani para panitia sambil berjalan menyusuri jalan setapak menuju ke arah perbukitan.

Saat melewati pasar Gunungsari yang baru kami memutuskan untuk beristirahat sambil menunggu beberapa peserta yang masih tertinggal di belakang.

Aku terduduk di atas batu besar yang kebetulan berada di pinggir jalan, sayup-sayup terdengar suara jangkrik malam yang mampu mnemeriah suasana yang begitu sunyi karena kepekatan malam.

Cuaca yang mendung sejak pagi tadi membuat udara malam terasa dingin menusuk tulang putihku.

Suara azan berkumandang memanggil semesta untuk sholat tahajud terdengar begitu menyentuh di hati, ku pandangi pemandangan di depan mataku. Kondisi pasar yang masih sangat tradisional dan terlihat sampah yang berserakan tak menyurutkan mataku untuk menatapnya.

Sinar rembulan membantu menyinari suasana malam itu, di saat para panitia asyik bercanda sambil sesekali terdengar suara cekikan mereka aku justru asyik dengan dunia khayalku sendiri.

Ah aku tidak pernah menyangka akan ada di fase ini.

Dulu kehidupanku hanya berfokus untuk urusan rumah tangga, aku keluar hanya pada saat jam mengajar saja tidak ada satupun acara di luar mengajar yang bisa aku ikuti, pengembangan diripun tidak aku lakukan karena rasa ketaatan atas larangan sang imam waktu itu.

Tapi jujur semuanya tidak pernah kusesali, aku ingat dengan betul dulu ketika pasar Gunungsari belum berpindah ke sini setiap mengantar anakku yang sulung yang pada saat itu masih SD aku selalu mampir di pasar untuk sarapan.

Nasi dan lauknya sangat sederhana menggunakan daun pisang sebagai piring, Rasa nasi dan lauknya tiada bandingnya sampai sekarang, penjualnya merupakan seorang wanita tua yang walaupun tubuhnya sangat mungil tapi sangat cekatan dalam melayani para pembeli. Aku tidak pernah makan hanya sekali, aku selalu nambah setiap sarapan di sana dan ketika pulang tidak lupa aku bungkuskan untuk imamku karena kebetulan dia juga sangat menyukainya.

Setiap aku mendatangi lapaknya wanita tua dengan sangat ramah akan menyapaku, senyum khasnya masih aku ingat. Saat ini beliau sudah tiada, beliau meninggal tepat setelah 40 hari gempa melanda Lombok.

Gempa yang melanda Lombok bulan Agustus 2018 lalu mengubah seluruh perjalanan hidupku, dimulai dengan kepergian mertuaku saat mengungsi ke bukit bersamaku, kehilangan rumah bahkan kehilangan separuh jiwaku. 

Aku menjalani hidupku dalam kesedihan yang begitu mendalam, pengkhianatan janji suci, sikap tertutup keluarga besar imamku, kondisi pasca melahirkan dan berbagai tekanan hidup membuat tubuhku seperti terbungkus tulang belulang. Aku berada di fase yang cukup berat dalam hidupku kekuatanku saat itu hanya kedua anakku, hanya mereka berdua yang membuatku mampu menopang kakiku untuk terus berdiri.

Kepergian ibu mertuaku sangat menyayat batinku namun aku berusaha untuk mengikhlaskannya, aku selalu terkenang semua kebaikannya, bagaimana dia merawatku dari aku hamil sampai melahirkan.

Kehilangannya membuat luka yang dulu ada karena kehilangan bapak dan nenekku menganga kembali bahkan ini kurasakan lebih perih lagi karena dibarengi dengan pengkhianatan imamku.


Di saat rasa percaya diri mulai memudar, gairah hidup tak terpancar lagi aku kembali dihadapkan oleh sikap remeh dan merendahkan dari mereka-mereka yang merasa jauh lebih hebat dariku bahkan dari orang-orang sekitarnya. Aku memang mengakui bukanlah seorang yang memiliki kelebihan seperti mereka, sikap merendahkan mereka membuatku termotivasi untuk belajar dan memperbaiki diri. Aku mulai belajar semua hal, di saat rasa hancur itu mulai menyapa aku hempaskan dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif. Lambat laun aku mulai merasakan perubahan dalam diriku, kepercayaan diri yang dulu sempat menghilang mulai mendekap kembali dan keberuntungan sepertinya mulai berpihak padaku, dimulai pada tahun 2021 dengan kelulusan disemua tahap seleksi Calon Guru Penggerak, terpilih sebagai motivator Literasi se-Indonesia, menjadi narasumber di RRI serta terbitnya beberapa buku hasil karya sendiri. Pada saat yang bersamaan aku juga terpanggil untuk mengikuti PPG kegiatan yang sudah berpuluh-puluh aku nanti-nantikan.

Menjalani dua kegiatan berat sekaligus tentu bukan perkara mudah, ada banyak yang dikorbankan mulai dari waktu istirahat serta yang lain-lainnya.

Namun Alhamdulillah dengan tekad dan rasa tanggungjawab yang begitu besar aku berhasil menyelesaikan dua kegiatan itu pada bulan Desember 2021.

Bersambung 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERSESAT

Cerita dikit perjalanan hari ini: Minggu-minggu ini vertigo ku suka kambuh, walau tidak separah dulu tapi tetap membuatku khawatir karena ...