Surat Undanganmu
Dengan tangan gemetar
Ku baca undangan itu
Bagai petir di siang bolong
Panasnya serasa membakar
Seluruh lapisan kulitku
Mulutku terkatup rapat
Tanpa mampu bersuara
Mata lelahku tertuju pada
Nama yang selalu menghiasi
Doa-doa di setiap sujud malam panjangku
Nama yang selalu ku lantunkan
Dalam nada-nada cinta
Nama yang selalu kuharapkan
Suatu saat nanti akan
Bersanding disamping namaku
Aku terkapar lemas
Hatiku seperti tercabik-cabik
sembilu yang begitu tajam
Nama itu memang namamu
Dan ada nama lain
yang bersanding indah di samping namamu
Aku hanya bisa tertunduk lemas
Ini bukan mimpi tapi nyata
Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya
Aku ingin berlari sejauh-jauhnya
Semesta sepertinya sedang mempermainkan
Hati dan perasaanku
Setelah ratusan purnama
Aku berjuang untuk bangkit
Dan berdiri tegar di tengah keterpurukan
Kini aku harus kembali terjatuh
Kelubang duka nestapa
Yang begitu meluluh lantakkan
Rasa dan pertahananku
Cinta itu kini terkubur kembali
Luka itu kini nyatanya
Serasa menganga kembali
Wahai air mata keluarlah
Jangan selalu bersembunyi
Dibalik senyum dan tawa palsu itu.
Mengalirlah sederas air hujan
menyapa bumi
Agar beban luka yang menghimpit
Di setiap dinding hati ini
Terhapus tanpa jejak oleh siramanmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar