 |
SMAN 1 BATULAYAR |
Kurebahkan tubuh mungilku di atas kasur,
badanku seperti remuk redam setelah berkutat dengan segudang kegiatan latihan
dalam rangka menyambut kedatangan para tamu undangan di acara symposium guru
penggerak angkatan 2 kabupaten Lombok Barat.
Ku
hidupkan kipas angin yang berdiri tegak di sudut kamarku, kepalaku terasa
begitu berat, mataku pun sudah meminta belas kasih untuk dipejamkan. Baru saja
mata ini tertutup tiba-tiba gawaiku terdengar bergetar indah, ku lirik ada chat
WhatsApp yang masuk dari seseorang yang no hp nya tidak ku simpan. Belum sempat
ku baca ku lemparkan kembali hp ku kemudian aku memilih untuk memejamkan mataku
kembali. Entah berapa lama aku pulas tertidur, begitu ku buka mataku jam di
hpku sudah menunjukkan pukul 17.00 WITA, Aku langsung terloncat dari tempat
tidurku karena belum sholat ashar.
Setelah mandi dan sholat ku raih lagi
benda pipihku, ku buka chat demi chat yang masuk, mataku tertuju pada salah
satu chat yang tak kuketahui dari mana karena no nya no asing.
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakaatuh, ibu apa Khabar, apakah ibu masih mengingatku?.”bunyi
chatnya”
Karena
penasaran ku coba melihat foto profilnya tapi tetap saja memoriku tak mampu
mengingat siapa yang menghubungiku.
Mohon
maaf ibu gak inget siapa kamu."jawabku".
Tidak
lama kemudian dia membalas chatku, tapi kali ini balasannya berupa foto lama.
Aku terhenyak ternyata dia adalah siswaku zaman dulu, sudah lama sekali sekitar
dua belas tahun yang lalu, pantas saja aku tidak begitu mengingatnya.
Setelah
itu gak ada chat lagi yang masuk, aku kemudian kembali bercengkrama dengan
teman baikku yang selama ini selalu menemani hari-hariku yakni laptop putih
yang akhir-akhir ini sering mengalami gangguan.
Malam harinya aku sibuk mempersiapkan segala
perlengkapan untuk kebutuhan kemah. Aku dan beberapa temanku akan mengadakan
kemah di pantai Malimbu, segala perlengkapan aku siapkan dari sekarang karena
khawatir esok ada yang terlupa.
Pagi
buta, ketika sang mentari belum menampakkan sinarnya ku buka mataku, ku basuh
mukaku dan kusucikan diriku. Dalam sujud panjang ku kupasrahkan hidupku pada
sang pemilik takdir Allah Tuhan yang maha kuasa.
Ketika jam sudah menunjukkan pukul 09.00
pagi, segera ku anter si kecil ke rumah bibinya, aku memutuskan untuk tidak
membawanya ikut serta karena alasan keamanan.
Lokasi
perkemahan kali ini dekat dengan sebuah hotel berbintang lima, aku sempat
takjub memandang kemegahan hotel itu. Membayangkan betapa mahal jika harus
menginap di sana.
Bu
Um, ayo segera pasang tendanya."teriakan dari Bu Sari membuyarkan
hayalanku."
Ya
bentar aku mau bermain-main dulu dipinggir pantai mau
mandi."sahutku."
Pasang
dulu tendanya habis itu baru mandi pantai."ujar Bu Sari lagi."
Oke
kalau gitu."jawabku lagi."
Setelah
tenda terpasang aku mengajak Bu Anggi dan Bu Ulan untuk berkeliling menyusuri
keindahan pantai, kegiatan mandi aku tunda karena sepertinya cuaca begitu
terik, kala mentari mulai meninggi dan menampakkan pesona indahnya, terik
panasnya mulai terasa menyilaukan mata. Menit berlalu, tidak terasa sudah mulai
sore. Lembayung senja sudah menampakkan ronanya, agaknya dia sudah siap
mengantarkan senja kembali keperaduannya, aku berjalan santai dipinggir hotel
bintang lima.
Jujur
mataku tak jua mampu berhenti menatap keindahan bangunannya, bangunannya
bergaya Erofa namun tetap ada sentuhan Indonesianya.
"Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakaatuh, Ibu Bu guru Umi ya?". Tanya seorang pemuda
yang tiba-tiba meraih tanganku dan menciumnya.
Tentu
saja aku kaget bukan kepalang.
Masa
bu guru gak inget sama saya."ucapnya lagi."
Ku
perhatikan wajahnya, kulitnya begitu putih bersih lengkap dengan baju dan dasi
di lehernya.
Ya
Allah kamu Selamet ya." Ucapku setengah berteriak."
Ya
Bu saya Slamet, Alhamdulillah ternyata ibu masih mengingat saya.
Aku
hampir tidak percaya dengan apa yang kulihat saat ini, Slamet adalah siswaku
dulu sekitar dua belas tahun yang lalu, dia yang dulu kumel, jarang mandi, di
kelas sering tertidur penampilannya acak-acakan tapi sekarang apa yang kulihat
dia berdiri dengan begitu gagahnya, kulitnya bersih penampilannya sangat rapi.
Kamu
kerja dimana sekarang?"tanyaku penasaran."
Aku
sekarang kerja di sini Bu guru, sekitar dua tahun yang lalu aku diangkat
menjadi manager hotel bintang lima di hotel ini. "Jawabnya."
MasyaAllah
selamat ya, ibu sangat senang mendengarnya."ucapku berkaca-kaca."
Bagaimana
mungkin aku tidak terharu, aku menyaksikan di depan mataku keberhasilan salah
seorang anak didik yang dulu sempat dipandang sebelah mata oleh beberapa oknum
guru dan teman-temannya.
Bertemu
dengan Selamet membuat memori dua belas tahun silam kembali menari-nari
dipelupuk mataku. Dua belas tahun yang lalu ketika aku masih ditugaskan di
sebuah sekolah kecil yang terletak tidak jauh dari bibir pantai tepatnya di
wilayah Batulayar….
Hari
ini rapat pembagian tugas, rapat dihadiri oleh seluruh dewan guru dan staf Tata
Usaha. Ku tatap SK pembagian tugas yang baru saja dibagikan, seperti biasa
setiap pembagian tugas aku selalu penasaran mengajar di kelas berapa dan
menjadi wali kelas untuk siswa kelas berapa.
Untuk
kesekian kalinya aku hanya terdiam memandangi SK itu, tahun ini untuk ke tiga
kalinya aku di berikan tugas menjadi wali kelas di kelas Jurusan Bahasa.
Aku
sempat mengacungkan tangan menanggapi keputusan sekolah ini, karena biasanya
setiap tahun wali kelas harusnya berganti atau roling agar siswa juga tidak
jenuh jika dipegang oleh wali kelas yang sama setiap tahunnya.
Namun
apa yang terjadi, ternyata tugas sebagai wali kelas tahun inipun tidak berganti
karena semua guru tidak ada yang mau ditugaskan untuk menjadi wali kelas di
kelas XII Jurusan Bahasa ini, bukan tanpa alasan mereka menolak, karena mau
tidak mau harus diakui pada kenyataannya kelas ini dihuni oleh murid yang luar
biasa, butuh kesabaran ekstra untuk menghadapi setiap perilaku-perilaku yang
mereka lakukan dan tampakkan.
Jauh
dilubuk hati terdalamku sebenarnya aku ingin di tugaskan menjadi wali kelas di
kelas IPA karena sudah merasa sangat capek dan kewalahan menangani anak-anak
ini.
Berbagai
usaha dan pembinaan sudah dilakukan agar mereka semua mau berubah, tapi pada
kenyataannya harapan itu masih jauh dari kata berhasil.
Setelah rapat selesai aku memutuskan
menemui mereka di kelas, begitu memasuki kelas mereka, aku mengucapkan salam
yang kemudian di jawab dengan antusias oleh mereka. Mereka meluapkan
kegembiraan karena mereka tahu kalau tahun ini yang menjadi wali kelasnya adalah
aku lagi. Melihat kegembiraan mereka semua hatiku luluh kembali, sebenarnya
jumlah mereka tidak terlalu banyak hanya 7 orang siswa yang kesemuanya berjenis
kelamin laki-laki. Sebelumnya jumlah mereka ada delapan orang namun sangat
disayangkan salah satu dari mereka terpaksa berhenti sekolah karena ketiadaan
tranportasi untuk ke sekolah.
Ah
aku kembali teringat anak itu, Namanya Deni, nama lengkapnya Deni Sumarno di
kelas ini dia satu-satunya siswa yang berperilaku lebih sopandan lebih rajin
bila dibandingkan ke tujuh temannya.
Suatu
hari dia menghadap ke ruanganku dan mengatakan ingin berhenti sekolah dan
memutuskan untuk menjadi TKI di Malaysia agar bisa membeli motor untuk ke
sekolah. Aku sebagai wali kelas menanyakan kenapa tidak menggunakan bemo saja
ke sekolah, dia lalu menjawab bahwa bemo dirumahnya kadang lewat kadang tidak.
Deni
tinggal bersama neneknya setelah kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai.
Saat ini kedua orang tuanya sudah menikah dengan pasangannya masing-masing dan
yang membuatku miris sebenarnya masih ada motor bapaknya yang tidak terpakai
tapi bapaknya tidak memberikan izin untuk dipakai oleh Deni.
Pernah
suatu hari aku dan guru BK pergi home visit ke rumah neneknya, kami disambut
dengan sikap dingin oleh keluarganya, hanya neneknya yang bersikap baik
terhadap kami.
Bibinya
gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba mengeluarkan unek-uneknya dan
terus-menerus mengeluhkan sikap orang tua Deni yang tidak mau peduli dan lepas
tanggung jawab dari anaknya. Saat itu Deni hanya tertunduk sedih, neneknya juga
nampak mengeluarkan air mata. Saat kami sedang asyik mendengar keluh kesah
bibinya tiba-tiba ibu kandung Deni lewat, melihat kedatangan kami, dia bukannya
berhenti dan menyapa malah segera berlalu sambil mempercepat laju motornya.
Aku
hanya bisa mengelus dada melihat perilaku ibunya.
Suatu hari saat itu pelajaran matematika,
seperti biasa ketika anak-anak dalam kondisi kelas kosong pasti yang pertama
kali dicari adalah aku selaku wali kelas.
Aku
mencari mereka ke semua sudut sekolah, tidak tampak satupun batang hidung
mereka sampai akhirnya mataku tertuju pada musholla. Nampaknya mereka
bersembunyi di sana, ku tengok di jendela ternyata memang benar mereka semua
bersembunyi di sana, menyadari kehadiranku bukannya langsung menuju kelas mereka
malah menutup muka mereka sambil meneruskan tertidur.
Ku
perintahkan mereka untuk memasuki kelas karena gurunya sudah lama menunggu,
dengan cara halus tak jua berhasil, kesabaranku benar-benar diuji akhirnya
dengan emosi aku ambil pot bunga yang berada di samping mushola lalu ku angkat
sambil berteriak ke arah mereka. Mereka lari terbirit-birit menuju ke arah
kelas, sementara itu guru matematika sudah tidak mau mengajar karena kesal
terlalu lama menunggu. Akhirnya kuputuskan aku yang mengisi.
Sambil
menahan emosi aku bertanya."apa kalian tidak malu sudah kelas tiga tapi
perilaku kalian melebihi anak-anak TK,
Apa
kalian tidak malu sikap kalian telah melukai dan menyinggung perasaan guru-guru
kalian.
Apa
kalian tidak memikirkan perasaan ibu sebagai wali kelas kalian, bagaimana
malunya ibu dianggap tidak becus mengurus kalian?
Atau
kalian bosan ibu menjadi wali kelas kalian??
Pertanyaan
demi pertanyaan ku lontarkan sambil menahan air mata yang sedari tadi ingin
menetes di pelupuk mataku.
Mereka
semua hanya terdiam, tidak ada satupun yang berani menjawab. Semua menunduk,
sampai tiba pada pertanyaan Terakhir.
Atau
kalian mau wali kelas kalian diganti?"kataku setengah berteriak."
Dalam
sekejap semua menjawab." Jangan ibu, jangan di ganti selama ini hanya ibu
yang sayang sama kami, hanya ibu yang mau peduli dengan kami, hanya ibu yang
menganggap kami ada."
Ku
lihat mereka semua menangis, aku yang memang sedari tadi ingin menangis tak
kuasa menahan tangis juga.
Aku
lalu menasehati mereka semua dan menegaskan bahwa semua guru menyayangi mereka,
semua guru peduli sama mereka, semua guru menganggap mereka ada, mungkin hanya
caranya yang berbeda.
Kami
lalu berpelukan dan mereka berjanji mulai hari ini akan mengubah perilaku
mereka.
Ubaidillah yang keseharian di kelas selalu
berpenampilan kusut suka mengedipkan mata dan menggoda gurunya, Selamet yang
suka cengengesan tapi pandai bahasa Inggris, Robi yang pendiam tapi disiplin
mengumpulkan tugas, Zulyadaeni yang satu bulan hanya masuk sekolah beberapa
hari saja karena harus bekerja membantu orang tua di Bengkel, Tomi yang hobi
menggambar, Si Faesal yang selalu izin ke belakang setiap gurunya memasuki
kelas tapi pandai bermusik, Si Fatih yang pandai berbahasa Arab dan suka
berceramah di depan kelas, dan Si Rizal yang hobi bercerita.
Wajah
mereka dan kebiasaan -kebiasaan mereka selama sekolah dulu mulai memenuhi
pelupuk mata dan ingatanku.
Aku
seperti di bawa ke masa lalu, masa belasan tahun silam
Ada satu kisah yang membuatku terharu,
kebiasaan di sekolah kami setiap hari ulang tahun guru akan diadakan lomba
merias kelas oleh pihak sekolah.
Untuk
diketahui selama sekolah ini berdiri setiap ulang tahun guru, hanya kelas
bahasa yang tidak pernah ikut berpartisipasi dalam lomba menghias kelas. Tiap
kali kelas lain sibuk mempersiapkan lomba menghias kelas mereka hanya menonton
tanpa ada sedikitpun tergerak untuk ikut berpartisipasi sebagai bentuk hormat
pada guru mereka. Selain karena rata-rata berasal dari keluarga yang berlatar
belakang ekonomi menengah ke bawah, niat dalam diri mereka tidak ada untuk ikut
kegiatan ini.
Tahun
ini aku bertekad mengajak siswa binaanku untuk mengikuti lomba menghias kelas,
bukan tujuan untuk menjadi juara tapi semata-mata sebagai bentuk penghargaan
anak-anak terhadap guru-guru yang selama ini sudah berjasa dalam kehidupan
mereka.
Ketika
hal ini kuutarakan pada mereka, aku tidak pernah menyangka ternyata mereka
antusias untuk mengikuti kegiatan ini. Mereka mulai urunan untuk membeli segala
perlengkapan yang dibutuhkan, sekedar diketahui anak-anak binaanku adalah
anak-anak yang kurang mampu rata-rata ekonomi orang tua mereka menengah ke
bawah. Mereka urunan ala kadarnya, di saat teman-temannya di kelas lain mampu
membeli kue ulang tahun yang mahal, mereka hanya mampu membeli kue donat yang kemudian
di susun lalu menaruh lilin di atasnya. Aku sangat terharu atas semangat mereka
di tengah keterbatasan yang mereka miliki.
Hari yang dinanti-nantikan itupun tiba,
seperti biasa semua guru akan berkeliling sambil mencicipi makanan yang
disuguhkan anak-anak seraya menikmati acara yang disuguhkan mereka. Hingga
tibalah mereka semua di kelas XII Bahasa, awalnya mereka melewati kelas itu
karena mengira anak-anak tidak berpartisipasi seperti biasanya, namun tidak
beberapa lama anak-anak keluar dari kelas kemudian menyambut kedatangan
guru-gurunya sambil membawakan lagu selamat ulang tahun. Hampir semua guru
terkejut dan bahagia melihat kejadian itu, mereka tidak pernah menyangka
anak-anak ini akan mempersiapkan acara dengan antusias di tengah kesederhanaan
yang mereka miliki. Ketika acara sambutan untuk wali kelas disampaikan oleh
salah satu perwakilan, aku sangat terharu dan hampir menangis'.
Bu
Umi wali kelas kami yang tersayang, kami mohon maaf jika selama ini terlalu
banyak membuat Bu umi sedih, kami mohon maaf karena telah banyak merepotkan Bu
Umi.
Bu
Umi Bu guru kami tersayang, mulai saat ini kami berjanji akan menjadi anak yang
baik dan penurut, kami berjanji untuk tidak nakal lagi
Untuk
bapak ibu guru kami tercinta maafkanlah kesalahan-kesalahan yang sudah kami
lakukan.
Kata-kata
sambutan yang dilontarkan cukup membuat kami semua terharu, aku sendiri
menitikkan air mata. Betapa jauh dilubuk hatiku aku begitu menyayangi mereka
semua.
Esok pagi hari Minggu yang cerah aku dan
anak-anak binaanku berjanji untuk rekreasi ke pantai. Tepatnya di pantai
Malimbu, suasana pantai begitu indah dan menyejukkan, kami lalu duduk
bersama-sama, satu persatu mereka bercerita kondisi yang mereka alami selama
ini, mulai dari keluarga sampai lingkungan sekitarnya.
Ku
dengarkan dengan penuh perhatian setiap cerita yang mengalir di bibir mereka.
Mulai dari Najibullah yang hidup sebatang kara yang terpaksa tinggal menumpang
dirumah pamannya, dan untuk membiayai sekolahnya setiap pulang sekolah dia
bekerja membantu nelayan menangkap ikan. Dilanjutkan Zulyadaeni yang harus
banting tulang membantu kedua orangnya mencari nafkah dengan membuka bengkel
kecil-kecilan.
Hampir
semua anak-anak binaanku merupakan anak-anak yang tidak seberuntung anak-anak
yang lain. Untuk bisa sekolah mereka harus berjuang seberat itu, mereka butuh
dirangkul, disayang dan dicintai.
Oya
Bu bagaimana kalau hasil kerja kami, sebagian kami sisihkan untuk di tabung,
kami titip uang kami di ibu agar nanti kalau mau bayar SPP atau keperluan lain
kami tidak kesulitan." Salah satu dari mereka memberikan usulan yang tak
terduga."
Ya
Bu saya setuju."ucap Robi."
Dari
pada uang hasil kerja keras kami setiap bulannya habis begitu saja mending kita
tabung sama Bu guru." Sambung yang lainnya."
Akhirnya
mulai saat itu anak-anak binaanku menitipkan sebagian hasil kerja mereka untuk
ditabung, ketika pengumuman kelulusan, selain mendapatkan khabar gembira
kelulusan, mereka juga sangat gembira karena hari ini aku akan membagikan uang
hasil tabungan mereka.
Umeeekk..panggilan
dari salah satu temanku membuyarkan lamunanku.
Eh
ya ya." Ngelamun aja" katanya sambil menepuk pundak ku.
Ya
ni, eh ini muridku dulu kataku sambil memperkenalkan Selamet, dia manager di
hotel itu. Ucapku sambil menunjuk hotel yang berdiri megah tidak jauh dari kami.
Oya
Selamet bagaimana khabar teman-temanmu yang lain?"
Tanyaku
penasaran."
Alhamdulillah
Bu rata-rata sukses semua."jawabnya."
Zulyadaeni
Sekarang sudah memiliki bengkel lumayan besar di daerah Senggigi, Rizal sekarang sudah menjadi guru sejarah, Tomi guru seni budaya, Faesal kerja di
cafe, Fatih kerja di Arab sebagai imam masjid Bu. Kalau Robi saya kurang tahu
khabarnya bagaimana.
Oya
Bu kalau ibu mau bermalam di hotel silahkan bu gratis buat ibu.
Sebenarnya
aku sangat senang dengan tawaran itu tapi aku juga tidak enak hati, aku
menolaknya dengan halus.
Gak
usah nak lain kali aja ya." Tolakku halus."
Kalau
begitu saya pamit dulu ya Bu, ada tamu hotel yang harus saya urus, nanti saya
mau menghubungi teman-teman agar membuat rencana reuni dengan ibu, InsyaAllah
nanti reuninya di hotel ini."ucap Selamet sambil bersalaman mencium
tanganku."
Ya
nak ibu tunggu undangannya ya."ucapku terharu."
Siap
ibu. " Ucap Selamet lagi."
Selamet
berlalu dari hadapanku, setelah punggungnya tak nampak lagi, aku menyandarkan
kepalaku di pohon kelapa yang berjejer indah di pinggir pantai.
Entah
apa yang kurasakan saat ini, yang jelas perasaan bahagia menyelimuti jiwaku.
Tidak ada yang lebih membahagiakan dan membanggakan dari seorang guru selain
kesuksesan murid-muridnya.
Benar
apa yang dikatakan oleh tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara" tugas kita
sebagai pendidik adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar
mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai
manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Anak-anakku
sesungguhnya ada asa terpendam direlung hati terdalamku disetiap melihat
tingkah lakumu dulu …