Jumat, 24 Maret 2023

Mencumbu Luka

Saat keningku menyentuh sajadah warna hijau yang sudah menemani sholatku selama 29 tahun lamanya, tiba2 sekelumit peristiwa kelam itu berkelebat membayangi sujudku. Aku berusaha menghalaunya namun Ia tak kunjung mau pergi. Tatapan jijik ketika menatapku dan tatapan mesra ketika menatap perempuan itu sanggup mengoyak-oyak hatiku kala itu. Sakitnya tak sebanding dengan luka bekas jahitan operasi Caesar yang tak kunjung mengering akibat terlalu sering melompat saat bumi ini berguncang kembali akibat gempa kala itu. Aku memejamkan kedua mataku berharap kekhusyukan dalam sholat menyelimuti jiwaku, namun semakin aku mencoba justru sekelebat peristiwa kelam yang lain muncul kembali di benakku. Dengan kondisi hamil 7 bulan dan sakit punggung yang tak terkira kau hardik tubuhku saat aku berusaha mendekati dan meminta tolong tanganmu untuk menepuk pundakku, lalu kau berlalu ke tempat perempuan itu, aku hanya menatapmu dari teras yang kebetulan berhadapan dengan tempatmu duduk bersama perempuan itu. Sakit terasa di sekujur tubuhku. Bayiku menendang-nendang dan aku mengusap perutku agar bayiku tenang kembali. Aku tak menyadari sajadahku sudah basah dengan air mata yang tak terbendung keluar dari kedua mataku, entah mengapa hatiku terasa sakit lagi padahal aku sudah bertahun-tahun mengubur dalam-dalam peristiwa terkelam dalam hidupku. Alhamdulillah bayinya lahir dengan selamat Bu, wajahnya mirip Rafi Ahmad " kata dokter waktu itu." Aku tersenyum bahagia memandangi wajah mungil bayi yang telah kutunggu-tunggu bertahun-tahun lamanya. Sejam kemudian aku keluar dari ruang operasi, tiba-tiba aku merasakan tubuhku tidak baik-baik saja. Tubuhku bergetar hebat karena kedinginan akibat pengaruh bius yang disuntikkan dokter ke tubuhku, ibu mertuaku segera memberikanku teh hangat dan menyelimuti tubuhku dengan selimut tebal namun hal itu tidak berpengaruh, aku masih saja menggigil kedinginan. Suamiku lalu mengambil air panas dan merendam handuk ke dalam air panas dan mengusap kakiku, berlahan rasa dingin itu menghilang dan tubuhku sudah tak menggigil lagi. Setelah kondisi normal aku dimasukkan ke ruang perawatan, di sana sudah menunggu beberapa anggota keluarga termasuk ibu mertuaku. Sikap dingin suamiku berusaha tidak kuhiraukan, sikapnya memang tidak semesra saat aku melahirkan putra pertamaku. Rasa curiga terhadap hubungannya dengan perempuan itu memenuhi setiap inci jiwaku, namun semua kupendam dalam hati terdalamku. Sakit ini aku sembunyikan walaupun terkadang tanpa sengaja aku sering melihat ibu mertua menatapku dengan tatapan yang sedih. Akibat luka bekas jahitan aku kesulitan untuk bergerak, setiap bergerak rasa sakit yang luar biasa menyerang tubuhku. Aku kesulitan ketika hendak ke kamar mandi, ibu mertua dengan tanpa lelah memapahku ke kamar mandi jika aku kebelet. Terkadang suamiku yang memapahku. Namun suatu hari saat sedang memapahku ke kamar mandi tiba-tiba dia melepaskan tangannya dan mengatakan yang kayak-kayak gini syaa gak bisa coba pegang tembok caranya ke kamar mandi. Mataku memerah menahan rasa sakit atas sikapnya, ternyata di balik pintu ada perempuan itu datang membawa beberapa nasi bungkus, suamiku langsung salah tingkah. Ah rasa sakit itu kembali menggelitik hatiku, aku berusaha memegang tembok agar tak terjatuh. Allahu Akbar Suara imam mengagetkanku, entahlah malam ini aku gak bisa khusuk melaksanakan sholat tarawih, semua kenangan itu merasuki jiwaku. Ketika salam aku beristighfar, kenapa luka itu kembali menyayat hatiku yang sudah mengering, aku sudah berdamai dengan keadaanku namun kenapa malam ini semesta kembali membangunkan kenangan itu. Aku ingin berlari menjauh, aku tak ingat mengingat kembali pengkhianatan mereka semua terhadapku. Aku berharap maaf ini terus ada bersama dengan melupakan semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERSESAT

Cerita dikit perjalanan hari ini: Minggu-minggu ini vertigo ku suka kambuh, walau tidak separah dulu tapi tetap membuatku khawatir karena ...