“Menjalani cinta yang bertepuk sebelah tangan itu memang berat. Namun, semua tak semenyakitkan, jika kita dihianati orang yang kita cintai dengan sepenuh hati.”
Mia, melabuhkan cinta pada seorang pria yang delapan tahun lebih muda darinya. Ia memang bucin. Mia, wanita mapan,dan juga cantik. Mia berprofesi sebagai seorang guru sekaligus pebisnis, Ia mengenal Wisnu, saat tak sengaja dipertemukan dalam sebuah kegiatan Lokakarya yang diadakan di sebuah hotel yang terkenal di Wilayah Senggigi Lombok Barat. Mereka memang memiliki hobi yang sama. Suka membaca. Diusia yang tak lagi muda, mendapatkan seorang pria yang memiliki hobi yang sama, membuat perasaan Mia membuncah.
Mia, terkenal dengan sebutan wanita multalenta dan pekerja keras yang ulung. Tempaan dan ujian hidup yang bertubi-tubi menimpa hidupnya menyebabkan dia tumbuh menjadi seorang wanita yang kuat dan mandiri. Setiap hari ia hanya fokus pada kerjaannya saja. Hingga, tanpa sadar, usianya tak lagi muda. Setelah pengkhianatan yang dilakukan oleh suaminya yang mengakibatkan terjadinya perpisahan diantara keduanya tak pernah sedikitpun Mia membuka pintu hatinya untuk semua pria yang berusaha mendekatinya, Hatinya telat tertutup dan membeku, seperti ada luka dan rasa trauma yang membekas dihidupnya. Semua laki-laki yang mendekatinya dia jauhi. Hingga, suatu hari. Saat Mia melangkahkan kaki ke sebuah tempat, tempat yang biasa digunakan untuk kegiatan lokakarya Guru penggerak dan tanpa sengaja bertemu dengan seorang pria yang berwajah manis dan ramah.
Saat itu tanpa sengaja Mia dan Wisnu dipertemukan dalam satu kelompok, mereka berdiskusi dan mengerjakan semua tugas bersama-sama dan tanpa Mia sadari ada rasa indah yang muncul dalam hatinya yang selama ini terdiam membisu tanpa makna.
Wisnu adalah seorang guru honorer di sebuah SMP yang ada di Wilayah Lombok Barat tepatnya di SMPN 1 Gerung. Dia guru Bahasa Indonesia yang kesehariannya juga menggeluti bisnis kuliner, selain mahir berbisnis Wisnu juga terampil dalam meracik kopi sehingga bisnis kulinernya semakin berkembang. Hubungan mereka berjalan dengan harmonis. Mia, sangat mencintainya. Segala perhatian, kasih sayang, ia curahkan pada Wisnu. Ia tak muda lagi, bukan seorang kekasih yang ia cari. Di hari libur, mereka menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan, toko buku yang jadi tujuan mereka. Terkadang, mereka menghabiskan waktu di cafe-cafe, sambil membahas buku yang mereka baca.
Suatu hari, Wisnu mendapat tugas dari Dinas ke Luar kota Mewawancarai seorang pelaku usaha. Wisnu, bersama teman satu tim memilih hotel sebagai tempat usaha. Mereka di rekomendasikan oleh pihak HRD hotel, pada seorang manager pemasaran. Pertemuan yang tak disengaja terjadi. Ternyata, sang manager, adalah kakak tingkat Wisnu sewaktu kuliah di sebuah universitas ternama di Lombok. Erni, ketua HMI di angkatannya. Siapa yang tak mengenal, wanita cantik, cerdas, serta lincah di kampus mereka. Impian semua Pria untuk menjadi kekasihnya.
Pertemuan yang sering terjadi, karena tugas dari dinas. Membuat Wisnu semakin dekat dengan Erni. Perhatian kecil dari Erni mulai menggoyahkan hati dan perasaan Wisnu pada Mia. Mia dan Wisnu memang belum berkomitmen untuk lebih serius ke jenjang pernikahan. Mia yang terlalu serius, kaku, juga kurang romantis, membuat Wisnu mulai bosan.
“Wisnu, aku jatuh cinta padamu, sejak pertama kali berjumpa denganmu. Aku tertarik dengan jiwa pekerja kerasmu, kamu laki-laki hebat,” ungkap Erni, saat mereka sedang makan siang di sebuah rumah makan tak jauh dari tempat tinggal Erni.
Wisnu yang mulai nyaman, berada di dekat Erni, tentu saja bahagia mendengar pinta Erni.
“Aku akan mendatangi rumahmu, aku akan memintamu pada kedua orang tuamu,” jawab Wisnu.
Tak membutuhkan waktu lama. Tanpa pemberitahuan kepada Mia. Proses pernikahan mereka terjadi dalam waktu singkat. Kini, sepasang pengantin sedang berada di pelaminan. Tampak wajah bahagia keduanya.
Hari itu saat Mia tengah disibukkan oleh rutinitas pekerjaannya, sambil memendam rindu yang begitu mendalam Mia berujar." akhir-akhir ini kenapa Wisnu seperti menghindariku, sudah jarang memberikan khabar ditelefon juga jarang diangkat".
Selang beberapa saat kemudian tiba-tiba ada pesan masuk di ponselnya, Mia begitu bahagia begitu mengetahui pesan itu ternyata dari Wisnu, dengan perasaan tidak sabar dia membuka aplikasi hijau itu.
Bagai petir di siang bolong, hati Mia seperti tercabik-cabik mulutnya terdiam tanpa mampu mengucap kata, bibiŕnya tercekat, tangannya gemetar. Dia berharap ini hanya mimpi tapi pada kenyataannya ini adalah nyata. Di dalam pesan itu terpampang nyata sebuah nama yang selama ini amat dia rindukan, Mia mencoba membaca pesan itu sekali lagi dan memang ini nyata, pesan itu merupakan undangan pernikahan dari Wisnu dengan seorang wanita bernama Erni.
Mia tertunduk lemas, air matanya tumpah ruah, setumpuk pekerjaan di depan mata sudah tak bergairah lagi dipegangnya. Dunianya seperti gelap kembali, denting-denting dawai hatinya berdendang pilu menyayat hati.
Di hari itu, matahari seperti enggan menampakkan sinarnya, awan-awan hitam bergelayut manja tak mau beranjak. Rintik-rintik air hujan sepertinya sudah tak sabar membasahi bumi.
Mia melangkahkan kakinya dengan gontai, dia berusaha tegar ditengah riuhnya suasana pesta pengantin. Sambil membawa kado ditangannya Mia memasuki arena pesta. Suara penyanyi yang menghibur para tamu undangan semakin memekikkan telinga. Mia menghampiri penyanyi kemudian meminta pemusik untuk menggantikan lagunya.
Mia lalu menyanyikan sebuah lagu dari Kerispatih, suara Mia yang begitu menyayat menarik perhatian semua undangan. Sementara itu, wajah Wisnu pucat pasi entah apa yang dirasakannya saat itu yang jelas perasaan bersalah menguasai seluruh jiwanya.
“Aku memang terlanjur mencintaimu, dan tak pernah kusesali itu. Seluruh jiwa telah kuserahkan. Menggenggam janji setiaku. Ku mohon, jangan jadikan semua ini, alasan kau menyakitiku. Meskipun cintamu tak hanya untukku. Tapi, cobalah sejenak mengerti,” ungkap Mia dihadapan sepasang pengantin.
Hatinya begitu sakit. Ia yang terlalu cinta dan setia pada Wisnu. Tanpa pemberitahuan, tanpa kabar berita. Tiba-tiba kekasihnya telah menjadi suami orang.
“Bila rasaku ini rasamu, sanggupkah engkau menahan sakitnya terhianati cinta yang kau jaga. Coba bayangkan kembali, betapa hancurnya hatiku Wisnu. Namun, semua telah terjadi, dan tak akan dapat diputar ulang kembali. Terima kasih telah memberiku rasa sakit dan kecewa. Terima kasih, telah hadir dalam hidupku, walau sekejap. Semoga engkau berbahagia dengan pilihanmu. Selamat tinggal.”
Tanpa memberi selamat kepada kedua mempelai. Mia meninggalkan lokasi pesta. Wisnu, belum sempat meminta maaf, Mia telah menghilang di hadapannya. Ia sadar, kekecewaan Mia begitu besar. Selama ini hanya Mia yang selalu mengucap cinta. Wisnu masih mendalami hatinya. Ia hanya merasa nyaman, tapi, cinta tak pernah tumbuh di hatinya.