Sabtu, 27 November 2021

Bila Rasaku Ini Rasamu

  


“Menjalani cinta yang bertepuk sebelah tangan itu memang berat.  Namun, semua tak semenyakitkan, jika kita dihianati orang yang kita cintai dengan sepenuh hati.” 

Mia, melabuhkan cinta pada seorang pria yang delapan tahun lebih muda darinya. Ia memang bucin. Mia, wanita mapan,dan juga cantik. Mia berprofesi sebagai seorang guru sekaligus pebisnis, Ia mengenal Wisnu, saat tak sengaja dipertemukan dalam sebuah kegiatan Lokakarya yang diadakan di sebuah hotel yang terkenal di Wilayah Senggigi Lombok Barat. Mereka memang memiliki hobi yang sama. Suka membaca. Diusia yang tak lagi muda, mendapatkan seorang pria yang memiliki hobi yang sama, membuat perasaan Mia membuncah. 

Mia, terkenal dengan sebutan wanita multalenta dan pekerja keras yang ulung. Tempaan dan ujian hidup yang bertubi-tubi menimpa hidupnya menyebabkan dia tumbuh menjadi seorang wanita yang kuat dan mandiri. Setiap hari ia hanya fokus pada kerjaannya saja. Hingga, tanpa sadar, usianya tak lagi muda. Setelah pengkhianatan yang dilakukan oleh suaminya yang mengakibatkan terjadinya perpisahan diantara keduanya tak pernah sedikitpun Mia membuka pintu hatinya untuk semua pria yang berusaha mendekatinya, Hatinya telat tertutup dan membeku, seperti ada luka dan rasa trauma yang membekas dihidupnya. Semua laki-laki yang mendekatinya dia jauhi. Hingga, suatu hari. Saat Mia melangkahkan kaki ke sebuah tempat, tempat yang biasa digunakan untuk kegiatan lokakarya Guru penggerak dan tanpa sengaja bertemu dengan seorang pria yang berwajah manis dan ramah.

Saat itu tanpa sengaja Mia dan Wisnu dipertemukan dalam satu kelompok, mereka berdiskusi dan mengerjakan semua tugas bersama-sama dan tanpa Mia sadari ada rasa indah yang muncul dalam hatinya yang selama ini terdiam membisu tanpa makna.

Wisnu adalah seorang guru honorer di sebuah SMP yang ada di Wilayah Lombok Barat tepatnya di SMPN 1 Gerung. Dia guru Bahasa Indonesia yang kesehariannya juga menggeluti bisnis kuliner, selain mahir berbisnis Wisnu juga terampil dalam meracik kopi sehingga bisnis kulinernya semakin berkembang. Hubungan mereka berjalan dengan harmonis. Mia, sangat mencintainya. Segala perhatian, kasih sayang, ia curahkan pada Wisnu. Ia tak muda lagi, bukan seorang kekasih yang ia cari. Di hari libur, mereka menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan, toko buku yang jadi tujuan mereka. Terkadang,  mereka menghabiskan waktu di cafe-cafe, sambil membahas buku yang mereka baca. 

Suatu hari, Wisnu mendapat tugas dari Dinas ke Luar kota Mewawancarai seorang pelaku usaha. Wisnu, bersama teman satu  tim memilih hotel sebagai tempat usaha. Mereka di rekomendasikan oleh pihak HRD hotel, pada seorang manager pemasaran. Pertemuan yang tak disengaja terjadi. Ternyata, sang manager, adalah kakak tingkat Wisnu sewaktu kuliah di sebuah universitas ternama di Lombok. Erni, ketua HMI di angkatannya. Siapa yang tak mengenal, wanita cantik, cerdas, serta lincah di kampus mereka. Impian semua Pria untuk menjadi kekasihnya. 

Pertemuan yang sering terjadi, karena tugas dari dinas. Membuat Wisnu semakin dekat dengan Erni. Perhatian kecil dari Erni mulai menggoyahkan hati dan perasaan Wisnu pada Mia.  Mia dan Wisnu memang belum berkomitmen untuk lebih serius ke jenjang pernikahan. Mia yang terlalu serius,  kaku,  juga kurang romantis, membuat Wisnu mulai bosan. 

“Wisnu, aku jatuh cinta padamu, sejak pertama kali berjumpa denganmu. Aku tertarik dengan jiwa pekerja kerasmu, kamu laki-laki hebat,” ungkap Erni, saat mereka sedang makan siang di sebuah rumah makan tak jauh dari tempat tinggal Erni. 

Wisnu yang mulai nyaman, berada di dekat Erni, tentu saja bahagia mendengar pinta Erni. 

“Aku akan mendatangi  rumahmu, aku akan memintamu pada kedua orang tuamu,” jawab Wisnu. 

Tak membutuhkan waktu lama. Tanpa pemberitahuan kepada Mia. Proses pernikahan mereka terjadi dalam waktu singkat. Kini, sepasang pengantin sedang berada di pelaminan. Tampak wajah bahagia keduanya. 

Hari itu saat Mia tengah disibukkan oleh rutinitas pekerjaannya, sambil memendam rindu yang begitu mendalam Mia berujar." akhir-akhir ini kenapa Wisnu seperti menghindariku, sudah jarang memberikan khabar ditelefon juga jarang diangkat".

Selang beberapa saat kemudian tiba-tiba ada pesan masuk di ponselnya, Mia begitu bahagia begitu mengetahui pesan itu ternyata dari Wisnu, dengan perasaan tidak sabar dia membuka aplikasi hijau itu.

Bagai petir di siang bolong, hati Mia seperti tercabik-cabik mulutnya terdiam tanpa mampu mengucap kata, bibiŕnya tercekat, tangannya gemetar. Dia berharap ini hanya mimpi tapi pada kenyataannya ini adalah nyata. Di dalam pesan itu terpampang nyata sebuah nama yang selama ini amat dia rindukan, Mia mencoba membaca pesan itu sekali lagi dan memang ini nyata, pesan itu merupakan undangan pernikahan dari Wisnu dengan seorang wanita bernama Erni.

Mia tertunduk lemas, air matanya tumpah ruah, setumpuk pekerjaan di depan mata sudah tak bergairah lagi dipegangnya. Dunianya seperti gelap kembali, denting-denting dawai hatinya berdendang pilu menyayat hati. 



Di hari itu, matahari seperti enggan menampakkan sinarnya, awan-awan hitam bergelayut manja tak mau beranjak. Rintik-rintik air hujan sepertinya sudah tak sabar membasahi bumi.

Mia melangkahkan kakinya dengan gontai, dia berusaha tegar ditengah riuhnya suasana pesta pengantin. Sambil membawa kado ditangannya Mia memasuki arena pesta. Suara penyanyi yang menghibur para tamu undangan semakin memekikkan telinga. Mia menghampiri penyanyi kemudian meminta pemusik untuk menggantikan lagunya.

Mia lalu menyanyikan sebuah lagu dari Kerispatih, suara Mia yang begitu menyayat menarik perhatian semua undangan. Sementara itu, wajah Wisnu pucat pasi entah apa yang dirasakannya saat itu yang jelas perasaan bersalah menguasai seluruh jiwanya. 

“Aku memang terlanjur mencintaimu, dan tak pernah kusesali itu. Seluruh jiwa telah kuserahkan. Menggenggam janji setiaku. Ku mohon, jangan jadikan semua ini, alasan kau menyakitiku. Meskipun cintamu tak hanya untukku. Tapi, cobalah sejenak mengerti,” ungkap Mia dihadapan sepasang pengantin. 

Hatinya begitu sakit. Ia yang terlalu cinta dan setia pada Wisnu. Tanpa pemberitahuan, tanpa kabar berita. Tiba-tiba kekasihnya telah menjadi suami orang. 

“Bila rasaku ini rasamu, sanggupkah engkau menahan sakitnya terhianati cinta yang kau jaga. Coba bayangkan kembali, betapa hancurnya hatiku Wisnu. Namun, semua telah terjadi, dan tak akan dapat diputar ulang kembali. Terima kasih telah memberiku rasa sakit dan kecewa. Terima kasih, telah hadir dalam hidupku, walau sekejap. Semoga engkau berbahagia dengan pilihanmu. Selamat tinggal.” 

Tanpa memberi selamat kepada kedua mempelai. Mia meninggalkan lokasi pesta. Wisnu, belum sempat meminta maaf, Mia telah menghilang di hadapannya. Ia sadar, kekecewaan Mia begitu besar. Selama ini hanya Mia yang selalu mengucap cinta. Wisnu masih mendalami hatinya. Ia hanya merasa nyaman, tapi, cinta tak pernah tumbuh di hatinya.

Selasa, 02 November 2021

SEBUAH HARAP

 

Untaian peristiwa demi peristiwa

Jejeran benang benang pengkhianatan itu

Kembali menyapa jiwa yang sejenak

Terbuai oleh rasa bahagia

Oleh sosok yang tak nyata

Rasa sakit bukan berarti membenci

Mengingat bukan berarti berharap

Memaafkan bukan berarti ingin kembali

Cinta sapalah kembali hati dan jiwa gersang ini

Hati janganlah engkau terus berkabut

Tanpa mau menyapa pelangi lagi

bersinarlah kembali

seperti waktu pertama kali

Kau menyapa matahari

walaupun lelah

Berlahan-lahan mulai menyapa

Teruslah menghindar

jangan biarkan dia merangkulmu

 

Lombok, 12 Juli 2021

Asa Itu Masih Ada

 




Semilir angin pagi
Terasa begitu menyejukkan kalbu
Sepoi-sepoi tiupannya
Seakan membelai
Dinginnya kulit wajahku
Aku terpaku di sudut taman literasi
Buku-buku masih berjejer rapi di peraduannya
Beberapa nampak usang
tak terjamah
Beberapa nampak lusuh
Tersentuh debu tak berjeda
Kupandangi halaman nan luas sekolahku
Semua tertata semakin indah
Ku pandangi sudut demi sudut
Semua terasa makin menghanyutkanku ke masa lalu
Ah sudah berapa lama waktuku terenggut 
Oleh makhluk kecil yang tak kasat mata itu
Aku rindu sapaan hangat guru-guruku
Aku rindu mencium takzim
tangan penuh berkah itu
Aku rindu canda tawa teman-temanku
Aku rindu berebut dan berhimpit-himpitan dipojok kantin itu
Corona
Makhluk kecil itu
Entah berapa banyak yang telah kau renggut dalam hidupku
Tidakkah kau tersentuh
dan iba padaku
Mengapa kau tak jua
beranjak pergi dari bumi pertiwiku
Betapa kau telah memporak-porandakan
Semua sisi hidupku
Enyahlah dari bumi pertiwiku
jangan pernah menoĺeh kembali
Aku merindu
aku ingin sekolah seperti dulu
Tanpa dibayangi oleh teror mautmu

Ummie
16 September 2021

Pelit Tuk Sang Penggerak

 


Wajah penuh asa itu

Terus-menerus mendengungkan bara yang terpendam

Sepatu yang lapuk termakan usia

Baju yang usang tersobek raga

Nyatanya tak menyurutkan 

Jiwanya untuk berjuang

Tekadnya kuat seperti baja

Fikirannya luas seluas samudera

Sampai suatu masa badai itu menghantam raga

Kau terkulai lemah tak berdaya

Rasa putus asa menguasai raganya

Kau sang anak anugrah yang kuasa

Yang dititipkan Tuhan untuk aku jaga

Kau pelita yang membuat jiwa terjaga

Betapa diri ini belum menghamba 

Pada jiwa yang ternganga

Aku ingat Filosofi Sang Ki Hajar Dewantara

Betapa tugasku hanyalah menuntun dan menjaga

Bukan menuntut tanpa berkaca





Masih Di Sini

 





Aku masih disini

Menatap genangan air hujan
Yang membanjiri setiap 
sudut mataku memandang,
Aku masih di sini
Suara teriakan petir terasa 
Memekikkan telinga
Dahsyatnya suara itu tak mampu
Menyiutkan rasaku
Aku masih di sini
Begitu derasnya air itu
Menumpahkan diri ke bumi
Seakan memberi isyarat
Betapa lelah dia menyimpan
luapan rasa

Ada makhluk-makhluk polos
kecil di sana
mereka menari-nari mendendangkan nada-nada gembira
Wajah polosnya menengadah
memberi isyarat pada sang air hujan
Untuk membasahi dan
Memeluk sekujur tubuh
Yang membiru kedinginan

Aku masih terpaku disini
Menikmati liukan demi liukan
tubuh indah itu
Aku masih disini menikmati
suara-suara merdu mendendangkan lagu-lagu rindu

Dan aku masih disini
Dengan rasa yang sama
Rasa yang selalu ingin ku 
Hempaskan ke jurang yang paling terjal
Menghapus jejak yang pernah terekam

Dan aku masih di sini
bersama derasnya air hujan yang menerjang
membasahi setiap sudut tubuh
yang ter erang
Berharap rasa rindu itu
Tak lagi Menerjang
Karena aku hanyalah
Wanita yang terbuang

TERSESAT

Cerita dikit perjalanan hari ini: Minggu-minggu ini vertigo ku suka kambuh, walau tidak separah dulu tapi tetap membuatku khawatir karena ...